Belajar dari Sejarah kelaparan dahsyat di Irlandia 1845 yang tidak bisa dilupakan dunia hingga hari ini. Kelaparan adalah tragedi kemanusiaan yang ada dan masih terus terjadu. Ternyata perkembangan ilmu pengetahuan, budaya dan teknologi tidak serta merta menghapuskan kelaparan dari muka bumi. Apakah sebabnya?
Bagaimana wabah kelaparan Irlandia di tahun 1845? Apa yang menjadi penyebab tragedi tersebut? Semoga kita bisa belajar dari musibah ini. Seorang penulis bernama Tim Pat Coogan banyak menceritakan kisahnya dalam buku “The Famine Plot: England’s Role in Ireland’s Greatest Tragedy”
Kelaparan di Irlandia yang terjadi 1845 bukanlah kondisi biasa. Dimulai dari adanya kerawanan pangan yang disebabkan oleh gagal panen karena serangan hama tanaman kentang berupa fungi, yang dikenal dengan nama phytophthora infestans.
Irlandia adalah negara koloni Britania Raya atau negara Inggris. Ratu Inggris memilih seorang gubernur untuk memimpin wilayah koloninya. Setiap daerah koloni memiliki keterwakilan di parlemen dan senat Inggris. Namun pada kenyataannya para wakil rakyat Irlandia yang terpilih umumnya berasal dari keluarga tuan tanah dan bangsawan Inggris. Tiada suara rakyat Irlandia yang mereka perjuangkan di parlemen dan senat Inggris.
Fakta yang lain adalah saat itu Britania Raya memberlakukan politik identitas. Britania Raya menganut agama Protestan, sementara orang Irlandia menganut agama Katolik. Rezim pusat cenderung menindas orang Irlandia. Penal Laws yang berlaku disana melarang orang Irlandia yang Katolik memiliki tanah dan orang Irlandia yang sudah memiliki tanah tidak boleh menyewakan tanahnya kepada yang lain. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar tanah Irlandia jatuh kepemilikannya pada para tuan tanah Inggris.
Walaupun akhirnya Penal Laws dicabut tahun 1829, namun dampak pemberlakukan aturan ini mempengaruhi tragedi kelaparan di tahun 1845. Orang-orang Irlandia adalah petani yang tidak memiliki tanah. Mereka bertani diatas tanah sewaan.
Di tahun 1800an para tuan tanah menarik sewa tinggi kepada para petani dan membayar upah murah kepada mereka. Para petani berada pada tingkat hidup yang rendah.
Kentang adalah tanaman utama yang menjadi sumber pangan para petani dan keluarganya. Gagal panen terjadi berkepanjangan selama bertahun-tahun. Hampir tidak ada lagi persediaan makanan buat mereka. Akhirnya satu setengah jutaan orang Irlandia menemui kematian akibat kelaparan dan lebih dari satu juta lainnya beremigrasi ke Inggris, Kanada dan Amerika Serikat.
Pada kejadian gagal panen pertama tahun 1845 para pemimpin Irlandia sempat memberikan petisi kepada Ratu Victoria dan parlemen Inggris untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Irlandia. Bantuan pun bergulir untuk mengatasi rawan pangan ini. Bahkan Perdana Menteri kala itu, Sir Robert Peel memutuskan untuk membuka proyek pembangunan nasional untuk membantu orang-orang Irlandia. Sayangnya di tahun 1846 perdana menteri faksi konservatifnya jatuh dan ia digantikan dengan perdana menteri baru, yaitu Sir John Russell. Kebijakan dari perdana menteri baru ini tidak berpihak pada Irlandia.
Kelaparan yang terjadi terus berlanjut hingga berganti tahun. Pada tahun 1847 orang Irlandia bertahan hidup dari suplai makan dapur-dapur umum. Tetapi kondisi yang mengejutkan terjadi lagi, suplai dapur umum justru terhenti ketika memasuki musim dingin mulai Oktober 1847. Padahal musim dingin saat itu benar-benar dingin yang hebat, membuat sebagian besar orang tidak dapat bekerja di luar rumah.
Ada beberapa upaya yang sebenarnya sudah dilakukan untuk mengatasi gagal panen kentang di Irlandia namun menemui jalan buntu, antara lain:
Pertama, para pakar botani yang dikumpulkan oleh perdana menteri Peel sudah menyelidiki penyakit tanaman kentang dan mencari solusinya agar tanaman kentang agar tidak gagal panen lagi. Namun hasil penyelidikan ini tidak sempat diimplementasi.
Kedua, Riset tanaman kentang juga dilakukan oleh ahli botani bernama Fitzgerald dan mengirimkan surat tentang hasil penemuannya ke otoritas di Dublin, ibukota Irlandia pada Februari tahun 1846. Namun suratnya tidak mendapatkan respon.
Kondisi kelaparan ini masih ditambah dengan adanya epidemi kolera yang menyebabkan 36.000 kematian di tahun 1849.
Seiring dengan terjadinya wabah kelaparan ada kebijakan Corn Law tentang ekspor impor bahan pangan. Peraturan ini malah menyebabkan harga bahan pangan seperti gandum dan produk biji-bijian semakin mahal dan tidak bisa dibeli oleh keluarga petani Irlandia.
Sebagian dari orang-orang Irlandia yang kelaparan bukan saja tidak memiliki makan tetapi juga tidak memiliki rumah untuk berteduh. Para tuan tanah mengusir para petani yang tidak mampu membayar sewa tanah mereka dari tempat tinggalnya. Hingga keluarga para petani Irlandia lapar dan kedinginan tanpa tempat bernaung, bahkan ketika masa-masa musim dingin yang hebat melanda negerinya.
Kondisi kelaparan, tanpa rumah dan tanpa pekerjaan menyebabkan mereka memilih emigrasi keluar dari Irlandia sebagai satu-satunya pilihan. Emigrasi besar-besaran ini lebih karena dorongan frustasi atas kehidupan mereka di tanah Irlandia. Maka yang terjadi kemudian adalah ribuan kapal berlayar mengarungi lautan Atlantik, sebagian besarnya adalah kapal-kapal tua dan kapal para budak. Kapal-kapal ini dijuluki “kapal peti jenazah” karena pelayaran emigrasi ini hanya mengantarkan sebagian besar mereka kepada kematian di tengah perjalanan. Berlayar tanpa bekal, tanpa kondisi sanitasi yang layak, serangan penyakit, menahan lapar dan kedinginan selama perjalanan.
Hingga saat ini anak keturunan orang-orang Irlandia yang beremigrasi ke Inggris, Kanada dan Amerika Serikat mengingat kembali sejarah nenek moyang mereka. Sisa tembok-tembok rumah batu yang roboh dan reruntuhannya menjadi ornamen sejarah keluarga mereka di Irlandia. Sejarah kelaparan dahsyat ini tidak terlupakan di benak mereka dan dunia. Tragedi ini diabadikan dalam sebuah monumen “Famine Memorial Dublin.”
Belajar dari Sejarah kelaparan dahsyat di Irlandia 1845.***
Sumber: Ireland’s Great Famine, Cormac O Grada – University College Dublin; Ketika Mala Menghantam, Republika 9 Agustus 2020; Irish Famine & Beyond: Twisted History, You Tube;
Post Your Thoughts