Dahsyatnya kekuatan doa seorang ibu.
Pagi ini seperti biasa saya duduk bersama anak-anak menemani mereka belajar. Ia memasuki tahun ke sua sebagai anak yang belajar mandiri di rumah. Ini pilihan kami bertiga setelah diskusi bersama.
Saat itu kami di rumah. Anak-anak belajar dengan buku masing-masing. Saat saya perhatikan mereka istirahat, saya tanya si sulung, “Azhar, nanti kamu pingin lanjut kuliah kemana?”

Azhar menjawab dengan balik bertanya, “Kalau (jurusan) Arsitektur di Indonesia yang paling bagus mana, Bu?”
Saya jawab, “Wah….ibu belum tahu persis. Tetapi kalau teknik sepertinya ITB.”
Azhar menjawab, “Ya sudah, aku kepingin daftar Arsitektur ITB.”
Saya kaget….mencoba tersenyum, tetapi hati dan pikiran saya langsung khawatir, panik dan lain-lain.
Kondisi kami bertiga tiga umum. Saya ibu tunggu yang bekerja sekaligus mendampingi mereka homeschooling (HS). Kami menjalani homeschooling dengan kurikulum hasil diskusi kami bertiga. Kurikulum kami buat bersama, bersamaan dengan mereka memulai belajar mandiri di rumah. Coba dan langsung praktikkkan.
Anak-anak belajar mandiri dari buku yang kami beli. Buku pelajaran pilihan kami berisi rnagkuman materi kelas 1, 2, dan 3 SMP untuk Izzar dan 1, 2, dan 3 SMA untuk Azhar, Mereka belajar teori dan latihan soal dari buku itu.
Alhamdulillah, saya bekerja di bimbel dengan tim luar biasa yang sangat pengertian dan teman-teman dengan sukarela menawarkan bantuan mengajar anak-anak, tetapi anak-anak saya seperti malu. Jadi mereka justru menolak kalau teman pengajar menawari mereka private free.
Mereka ikut kelas di bimbel dua kali seminggu. Itu juga lebih saya maksudkan untuk sosialisasi mereka. Karena setiap hari mereka belajar mandiri di kelas saat pagi, kelas bimbel belum dipakai. Tidak ada teman.

Selain belajar akademis seperti itu, mereka Kerja Praktek sebagai front liner, OB, sebagai bagian dari kurikulum HS yang kami sepakati bersama. Lalu kami akan berdiskusi bersama mengenai hal apa pun yang mereka lakukan tersebut. Azhar juga ikut mendesain flyer bimbel di salah satu cabang. Mereka berdua juga turut membagikan flyer terseut ke sekolah-sekolah. Semua merupakan bagian dari kurikulum home schooling yang kami sepakati bersama.
Sejak awal HS saya sudah sampaikan ke mereka bahwa saya sudah banyak lupa materi SMP-SMA, sehingga jangan berharap banyak pada saya untuk mengajar mereka.
Alhamdulillah….mereka disiplin ikut TO (try-out) di bimbel tersebut.
Situasi kondisi di kelas bimbel, menjadi tantangan tersendiri buat mereka. Karena banyak teman di kelas bimbel mereka yang lebih asyik bercanda daripada belajar. Sehingga kadang mereka merasa terganggu, akrena mereka punya target progress setiap selesai kelas. Kalau temannya bercanda, akhirnya memang materi kadang perlu diulang. Saya coba jelaskan, “Mereka sudah lelah belajar di sekolahnya seharian, Kalian kan enggak.”
Mereka juga punya target sendiri dengan TO yang rutin diadakan. Walau mereka kerjakan tanpa diawasi, mereka disiplin untuk mengerjakan sendiri dan patuh pada batas waktu. Karena TO memang sebagai tolak ukur mereka pribadi atas penguasaan materi.
Azhar semakin sering bicarakan keinginananya masuk ITB. Saya makin galau.
Sifat buruk mak-mak saya – khawatir berlebihan – semakin menguasai diri saya …. Apa mungkin dia bisa sementara sekolah pun bukan formal?
Belajar begitu begitu saja. Biarpun hasil psikotes mereka saat kecil kecerdasan mereka diatas rata-rata, tetapi kan faktanya mereka belajar tidak seperti orang kebanyakan ….
Terus …kalau nanti dia gagal bagaimana? Apa bisa menerima kegagalan?
So …. perlahan saya berusaha membujuk dia untuk pindah tujuan kampus dan juga ganti jurusan. Namun, dia bersikeras.

Di bimbel, tentu beragam siswa-siswi. Suatu hari, saat ngobrol ngalor ngidul tentang keunikan siswa siswi tersebut, teman saya bilang, “Mbak, alhamdulillah Azhar dan Izzar baik-baik semua. Salut lho, lihat mereka belajar sendiri tiap hari di kelas. Mbaknya kerja. Banyak lho, Mbak anak yang yang (dengan sikon mirip) jadi broken home ….”
Saat itu saya pikir, “Ah biasa saja …. enggak ada yang istimewa”. Di rumah, seperti biasa kalau Azhar dan Izzar kumpul, mereka sering kali ngobrol sains, ilmiah. Bahasa saya, bahasa mereka ‘tua’, hehehe.
Kali itu, melihat anak-anak seperti itu tiba-tiba terlintas pikiran, “Masya Allah … semangat banget mereka membahas pelajaran. Semangat banget membahas sekolah lanjutan kelak … Padahal masa-masa sulit yang pernah mereka lalui. Dan sekarang pun bukan masa mudah buat mereka. Ya Allah ….” Mulai melow-lah si emak ….
“Mereka yang berusaha, mereka sudah tunjukkan kerja kerasnya. Mereka sudah tunjukka tanggung jawab, disiplin dalam belajar. Mereka sungguh-sungguh berusaha menguasai materi pelajaran dalam waktu relatif singkat. Mereka punya mimpi. Dan mereka terus berusaha, ikhtiar menggapai mimpi itu. Kenapa saya sebagai ibunya meragukan mereka? Kenapa saya yang ketakutan kalau mereka gagal dan lain-lain. Kenapa saya jadi ketakutan dengan apa yang belum terjadi.”
Astagfirullah …
Teringat akan ungkapan doa ibu mujarab, saya semakin malu sungguh. Sebagai ibu, tugas saya sebenarnya sangat simpel, ringan, mudah, BERDOA.
Azhar dan Izzar yang belajar, berpikir, berstrategi, dan lain-lain. Saya? Bukankah cukup hanya berdoa untuk mendukung cita-cita mereka? Semudah itu tugas saya berdoa. Bukan memadamkan semangat mereka meraih impian mereka.
Saya semakin menyadari hal lain pula. Dua luar sana banyak orang tua bingung bagaimana caranya supaya anaknya mau belajar. Sementara Azhar dan Izzar rajin belajar sendiri, tanpa saya kejar-kejar apalagi dipaksa. Mereka atur sendiri mau belajar bagian mana. Mana yang harus diperdalam, diperkuat.
Masyaallah. Allahu Akbar. Alhamdulillah ….
Terima kasih ya Allah. Kau titipkan anak-anak cerdas ini, anak-anak mandiri, bertanggungjawab, disiplin.
Maka nikmat Tuhan manalagi yang hamba ini dustakan…
Dan masyaAllah ternyata persepsi saya saat ini mengubah banyak hal.

Saya lebih tenang bekerja. Saya bisa lebih fokus kerja, karena saya semakin yakin dan percaya bahwa anak-anak juga sedang fokus belajar. Kami menjalani kerja dan tanggung ajwab masing-masing.
Ya kesesuaian pikiran dan perasaan saya tentang memosisikan bagaimana ikhtiar, doa dan memasrahkan hasil akhir pada kuasa-Nya, ternyata memberikan efek baik pada diri saya maupun anak-anak. Akhirnya kami saling berbagi energi positif. Saya juga jadi belajar, nahwa saat berdoa seingkali sadar atau tidak saya sudah ‘meragukan’ duluan kemampuan Allah. Saya ingin yang terbaik buat anak-anak, tetapi saya takut anak saya gagal.
Padahal hasil akhir adalah kuasa-Nya. Astagfirullah ….
Di luar jam dan hari kerja, saya menemani anak-anak ketika mereka belajar. Sekali lagi, saya hanya menemani, bukan mengajari. Bukan mengatur atau memarahi, apalagi memaksa.
Saya usahakan siapkan snack, buatkan minum, berusaha membantu mereka nyaman. Saya memang tidak mengajari mereka, tetapi saya yakin keberadan saya di dekat mereka berpengaruh positif buat mereka.
Ternyata teman-teman saya di bimbel pun memperhatikan perkembangan Azhar. Mereka sering kali yang mengasih tahu saya duluan nilai TO Azhar dan progresnya. TO pertama, Azhar di urutan bawah banget, 40 kalau tidak salah dari puluhan siswa. Di akhir masa belajar di bimbel, nilai TO-nya di urutan pertama. masyaAllah, alhamdulillah, Allahu akbar ….
Dan sampailah tanggal pengumuman hasil SBMPTN. Say aingat itu 10 hari terkahir Ramadhan. Hari pertama kami itikaf.
sejak berangkat dari rumah menuju masjid, saya coba masuk ke laman pengumuman, tidak berhasil. Sampai di masjid masih belum berhasil.
Saya selesai shalat isya, saya coba lagi. Allahu akbar! LULUS.
Saya berusaha mencari Azhar dan Izzar. Sambil menunggu mereka, beberapa kali saya mengusap air mata yang tidak berhenti membasahi pipi. Masyaallah entah bagaimana hamba harus bersyukur.
saat bertemu anak-anak, saya peluk mereka, saya ucapkan terima kasih dan kebanggaan pada mereka.
Saat saya berdua dengan Izzar, dia katakan, “Ibu enggak percaya kan, aku dan mas bisa? Enggak enak lho, Bu, enggak dipercaya.”
“Astagfirullah, iya Dik. Ibu pernah takut kalian gagal lalu kalian down. Maafkan ibu. ya.”

Wahai para ibu, jagalah pikiran dan perasaan kita pada anak-anak kita, jangan sampai kita berbagi energi dan emosi negatif pada anak-anak kita. Pelajaran luar biasa buat saya yang insyaAllah tidak terlupakan.
Dan hadiah Allah tidak hanya itu. Azhar menyusul beberapa tahun kemudian diterima di UGM. Dua titipan-Nya tidak bisa dekolah formal. Alhamdulillah bisa melanjutkan kuliah di PTN. Tidak ada yang tidak mungkin dengan izin-Nya. Berdoalah dan janga meragukan kuasa-Nya kerika berdoa.
Kekuatan hati wanita dalam Dahsyatnya kekuatan doa seorang ibu.***
Sumber: Sederhana dari hati berefek dahsyat (Putri B Lestari dalam buku “The Miracle of Doa”)
Post Your Thoughts