Judul kunci daya tarik buku fiksi dan nonfiksi benarkah demikian? Ketika kita membeli buku, apa sesungguhnya yang kita cari? Lantas buku apa yang kita dapatkan? Jangan bingung ya menjawabnya.
Berdasarkan pengalaman banyak orang, salah satu yang membuat mereka memilih dan membeli buku adalah judulnya. Sekali membaca judul bukunya mereka langsung penasaran, lalu memutuskan untuk membeli.
Jadi judul menjadi faktor suksesnya buku terjual. Tetapi penulis memutuskan judul bukunya justru di paling akhir. Bisa jadi sesaat sebelum buku naik cetak. Mengapa? Proses menulis kaya fiksi atau nonfiksi bukanlah proses yang sebentar. Menulis adalah kegiatan yang dimulai dari ide, mengumpulkan bahan, menuliskan draft awal, menyempurnakan tulisan, edit, revisi naskah, hingga menyempurnakannya dengan berbagai pelengkap seperti quotes, konsep visual atau gambar yang melengkapi tulisan.
Ketika buku lengkap dituliskan, bisa jadi masih akan mengalami perubahan. Ada bagian khusus yang ditonjolkan dengan berbagai pertimbangan, Jadilah naskah yang sudah ditulis pun dirombak ulang. Seperti menterapi ulang ide secara keseluruhan. Proses ini biasa dalam proses menerbitkan buku.
Judul belum dituliskan pada naskah bukunya, hingga semua proses selesai. Alternatif judul-judul bisa saja dilist, bahkan lebih dari 20 kalau kita mau. Banyak pertimbangan untuk menulis judul buku. Coba kita simak berbagai pilihan judul dari buku yang sudah terbit.
Buku berjudul “Bukan Untuk Dibaca” karya Deassy M Destiani dan “Buku Wajib Orang Miskin” ditulis oleh Anton Prasetyo adalah unik, mencuri perhatian dan menggelitik rasa ingin tahu. Isinya sama-sama buku motivasi. Kalau orang sudah penasaran mungkin sudah tidak lagi memikirkan berapa harga bukunya. Mengobati rasa penasaran itu lebih penting. Ini adalah salah satu pertimbangan membuat judul buku.
Karya Asma Nadia berjudul “Assalamualaikum Beijing” yang menjadi buku the best seller di tahun 2014. Kisah buku ini berlanjut menjadi sebuah film. Pemilihan judul ini mengokohkan ide utama ceritanya. Dikisahkan seorang muslimah cantik bernama Asmara mendapatkan cinta seorang pria tampan asal Beijing, Zhongwe. Mereka akhirnya menikah setelah Zhongwe menjadi seorang muslim dan berhasil melewati berbagai cobaan memperjuangkan cintanya pada Asmara. Gerbang pernikahan pasangan ini bagaikan pembuka pintu kebahagian mereka berdua, setelah pertemuan pertama kali di kota Beijing.
Penulis Ika Natassa juga punya cara jitu membubuhkan judul para novel karyanya. Novelnya judul “Critical Eleven” memberikan pesona khusus bagi penggemarnya. Kenapa critical eleven? Menurutnya ide judul ini terinspirasi dari dunia penerbangan. Ketika dalam sebelas menit pesawat dapat mulus diterbangkan dan sebaliknya mulus untuk mendarat. Semua penumpang akan selamat dalam perjalanan. Jadi inilah periode kritis yang harus dipersiapkan dengan baik. Periode ini yang kemudian ia analogikan dengan kisah dalam keseluruhan cerita novelnya.
Judul kunci daya tarik buku fiksi dan nonfiksi.***
Post Your Thoughts