Kisah dongeng pangeran bertopeng drakor the emperor owner of the mask. Apakah menjadi pangeran, calon penerima tahta kerajaan adalah sesuatu yang bakal menjamin perjalanan hidupnya menjadi indah. Ternyata tidak.
Di sebuah negeri dalam legenda Korea hiduplah pangeran yang terpenjara dalam sebuah topeng dan sejarah hidup keluarganya yang kelam.
Dalam kehidupan kerajaan banyak sekali orang yang ingin berkuasa. Hingga terjadi persaingan antara sang permaisuri dan para selir dan menyebabkan jiwa sang pangeran yang masih bayi terancam kematian.
Sang selir sangat ingin berkuasa sehingga ia tega meracuni sang pangeran yang baru saja lahir dari rahim ibundanya, sang permaisuri. Untuk menyelamatkan jiwa pangeran kecil, raja terpaksa bermufakat dengan sang gembong mafia untuk memberinya hak atas pengelolaan sumber air bersih bagi penduduk negerinya. Karena hanya sang gembong mafia yang memiliki obat penawar racun tersebut.
Raja sesungguhnya tahu bahaya dari pemufakatan ini mengancam negerinya, namun ia tidak berdaya. Pilihannya jatuh pada penyelamatan nyawa putranya, sang pangeran penerus tahta kerajaan.
Berjalannya waktu sang gembong mafia semakin menguasai negeri dengan kewenangannya atas air. Semakin lama rakyat semakin ditekan oleh kekuasannya dengan menaikkan harga air. Padahal air adalah kebutuhan esensi bagi penduduk negeri ini.
Raja tidak bisa berbuat banyak, karena pemufakatan sudah ditandatangai sejak sang pangeran lahir. Rakyat semakin merana, banyak penduduk yang mati karena kekeringan dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Lambat laun ulah sang gembong mafia beserta anak buahnya semakin menjadi-jadi. Mereka berlaku sewenang-wenang pada rakyat. Ketidakadilan semakin nyata terjadi dimana-mana.
Hukum tercabik-cabik. Sang gembong mafia bisa menetapkan hukum sendiri di wilayah kekuasaannya, yaitu segala sesuatu yang berurusan dengan pengelolaan sumber air.
Rakyat yang mencuri air akan dihukum secara tidak manusiawi. Para petugas hukum kerajaan tidak bisa membela rakyatnya.
Sang mafia bertambah rakus, hingga melakukan segala cara untuk melapangkan jalan mereka menguasai sendi-sendi kehidupan di kerajaan. Mereka ingin menguasai ekonomi dengan merebut hak mencetak uang.
Untuk memuluskan jalannya mereka mempunyai mata-mata di setiap bagian istana. Siapa yang tampak tidak setia akan disingkirkan dengan cara dibunuh atau diracuni.
Rakyat sudah pasrah dengan nasib mereka. Mereka tidak tahu lagi harus bagaimana hidup di negerinya. Mereka hanya berusaha sekuat tenaga untuk bertahan di tengah himpitan beban yang kian bertambah. Sang mafia semakin terungkap hanya menyengsarakan rakyat hari demi hari.
Dalam satu waktu sang pangeran sempat keluar istana dan berjalan-jalan di pasar untuk menemui rakyatnya. Karena selalu memakai topeng wajah sang pangeran tidak pernah dikenali oleh siapapun kecuali sang ratu, raja, pengawal dan pembantu dekat mereka.
Ketika sang pangeran keluar istana tanpa mengenakan topengnya ia sama sekali tidak dikenali oleh siapapun sebagai seorang pangeran. Pada saat itu ia berkenalan dengan 2 orang teman sebayanya, seorang pria dan satu wanita.
Sesaat kemudian terjadilah tragedi penyerangan istana oleh pasukan gembong mafia yang menewaskan sang raja beserta permaisuri. Seketika itu juga terjadi pertukaran posisi antara sang pangeran dengan seorang teman prianya yang rakyat jelata. Untuk menyelamatkan negerinya sang pangeran meninggalkan istana dan temannya mengantikan posisi sang pangeran dengan memakai topengnya.
Awalnya pertukaran ini tidak disadari banyak orang di istana, sehingga bisa berjalan mulus. Seolah istana tidak kehilangan sang putra mahkota, penerus tahta. Hingga sang pangerang “gadungan” itu pun bisa dilantik sebagai raja.
Sang pangeran “gadungan” tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Ia berdiri di singgasana kekuasaan hanya sebagai “boneka”. Tidak satupun keputusan yang berasal dari pemikiran dan keinginannya. Semua yang dijalankan sudah ditentukan oleh sang gembong mafia dan kaki tangannya. Kekuasaan istana sebenarnya ada di tangan mereka.
Sang pangerang asli pergi melanglang buana untuk belajar dan menguatkan pengalaman hidupnya. Di tengah proses itu ia menyusun kekuatan bersama orang-orang yang masih mendukung kerajaan. Ia menjalani hidup seperti orang jelata. Akhirnya ia bisa memahami hidup rakyatnya dan semua penderitaan yang dialami.
Perjuangan kembali ke istana dan merebut tahta tidaklah mudah. Banyak intrik, kemunafikan, dan keserakahan yang membayangi perjuangan sang pangerang. Di sisi lain masih ada orang-orang yang juga mau setia dan siap berjuang bersama sang pangeran. Mereka yakin sang pangeran telah tumbuh sebagai calon pemimpin yang mencintai dan siap berkorban untuk rakyatnya.
Mengikuti kisah drama kerajaan “The emperor Owner of the Mask” membuat kita bisa menelaah bahwa kekuasaan itu ibarat sebuah pedang bermata dua. Di satu sisi ia dapat dijadikan alat untuk menyelamatkan negeri, namun disisi lain ia juga bisa menjadi alat untuk berkhianat terhadap negerinya sendiri.
Sebuah negeri akan hancur dan porak-poranda ketika pemegang kekuasaan adalah orang-orang yang lemah. Sehingga mereka mampu menjual kekuasaan dan nasib rakyatnya dengan harga murah ke tangan para mafia.
Sejarah sang pangeran bertopeng dalam “The Emperor Owner of the Mask” memang sebuah legenda dalam kemasan cerita. Namun sejenak membuat kita termenung tentang nasib sebuah negeri, entah dimana……
Kekuasaan memiliki arti banyak. Hanya ditangan pemimpin yang kuat, adil dan rela memperjuangkan nasih rakyatnyalah yang membuat kekuasaan itu menjadi indah bagi negerinya.
Kisah Dongeng Pangeran Bertopeng Drakor The emperor Owner of the Mask.***
Post Your Thoughts