Memori cinta Bunda dalam bait cerita. Menguak perjalanan seorang ibu, bagaikan membuka lembaran buku berisi 1001 halaman ceritanya. Ada berbagai warna dan paduan ilustrasi yang tiada pernah bosan berlama-lama membukanya.
Liukan kisah kasih bersama suami dan anak-anak adalah bumbu penyedap yang menyembulkan aroma kehidupan tiada henti. Sensasinya mengharubirukan ingatanku hingga menyeberangi masa beberapa dekade lalu.
Ingin kupersembahkan sekelumit kisah ini bagi ananda semua. Menjadi buliran mutiara yang melengkapi kalung indah yang dipakai setiap hari. Rona kehidupan bersama kalian mencerahkan hidupku sebagai Ibu. Hingar bingar keluguan di wajah mungil itu kadang membuatku lelah dalam senyuman yang terus merekah.
Kala kalian semua balita, betapa merepotkan semua tingkah itu. Tiada sedetikpun dari helaan nafas ini tuntas untuk diendapkan dalam paru-paruku. Bergegas, beringsut dalam rangkaian kerja seharian. Ruang gerakku hanya berlalu lalang antara kamar dan dapur ribuan kali, entah berapa kilometer sehari kutempuh jarak itu. Detik, menit, jam hingga ratusan hari akhirnya terlewati demikian cepat.
Sementara ayah sedang tidak ada bersama kita. Saat kalian balita ia sedang menapaki bangku kuliahnya jauh membelah benua. Rindu kami menjadi bagian dari hari-hari itu. Ayah hanya bisa menyuarakan kata hatinya lewat telepon berdurasi 5-10 menit dengan bayaran yang mahal harganya. Tapi itu cukup untuk mengobati hati kami berdua.
Kalian mungkin lupa, bahwa celoteh yang tanpa arti sampai juga ke telinganya. Ucapan suku katamu yang lucu menebarkan kebahagiaan di hatinya. Walau kadang saat bersua lewat percakapan, kami berdua harus menahan tangis. Terasa benar pembicaraan jarak jauh tak mampu mengungkapkan cerita tentang apa yang kami alami sehari-hari. Beban itu harus kami tanggung dalam-dalam. Biarkan desah hati saja yang berbicara, walau tanpa kata.
Betapapun demikian adanya, bayangan ayah selalu hadir bersama kalian. Mata, telinga dan batinnya menyentuh semua keriuhan tawa. Disanalah cinta membuai teramat sangat. Hingga jauh terasa dekat, tak tampak namun terlihat, dan katanya terdengar tanpa terucap. Entah apa itu namanya. Cinta yang bergaung lewat sensasi gemerlap, tak bisa terukur dalam kata.
Jalinan cinta kami berdua dalam bentuk surat-surat terangkai indah, seperti puisi karya para pujangga. Lembarannya menjadi penyejuk dan dibolak-balikkan puluhan kali. Bau lembarannya pun semerbak. Seolah ketika membukanya ada barisan kuntum mawar bertebaran.
Masa itu telah lewat, namun rasanya masih lekat. Kerinduan adalah anugrah. Yang tersisa adalah cerita yang tersaji dan baru saja kalian baca.
Memori Cinta Bunda dalam Bait Cerita.***
Post Your Thoughts