Ongkos pendidikan problematika pendidikan di Korea Selatan ternyata cukup pelik. Besarnya biaya pendidikan ini memberi beban bagi para keluarga.
Seberapa besar pengeluaran keluarga untuk biaya pendidikan anak-anak mereka? Untuk apa saja mereka membelanjakan biaya pendidikan ini? Inilah sederet fakta yang bisa kita ketahui.
Impian mencapai pendidikan tinggi sejalan dengan budaya Konfusian yang melekat pada banyak keluarga Korea. Warna pendidikan barat dan perkembangan ekonomi negerinya mendorong para keluarga untuk mengirimkan anak-anaknya ke sekolah terbaik.
Dorongan ini menciptakan sebuah sistem pendidikan yang sangat tinggi tingkat kompetisinya. Para orang tua berjuang agar anak-anak berhasil di sekolah. Untuk itu mereka mencoba segala cara.
Hagwons adalah pola pembelajaran privat diluar sekolah reguler dan menjadi budaya belajar bagi banyak anak-anak di Korea Selatan.
Ongkos biaya pelajaran tambahan yang bersifat privat ini sangat mahah. Tidak semua anak bisa mengikutinya. Adanya hagwons membentuk ketimpangan sosial di dalam sistem pendidikan Korea. Namun pemerintah tidak dapat berbuat banyak karena hagworn sepenuhnya dilakukan orang tua atas keinginan dan pilihan mereka.
Pemerintah Korea mencoba mengatasi ketimpangan ini dengan membuat peraturan misalnya dengan mengatur jumlah jam pelajaran hagwons agar tidak membebani anak-anak terlalu banyak.
Anak-anak dari keluarga berpenghasilan menengah dan rendah tidak mempunyai banyak kesempatan mengikuti hagworn. Sementara keluarga yang kaya siap membayar ongkos pendidikan berbiaya tinggi di hagworn.
Dalam sebuah survei pendidikan di tahun 2018 diketahui bahwa rata-rata pengeluaran bulanan per anak untuk pendidikan tambahan di hagworn sebesar 342 dollar Amerika Serikat atau lebih dari 5 juta rupiah. Pendidikan tambahan yang bersifat privat ini menghabiskan sekitar 4,4% dari pengeluaran keluarga Korea Selatan per tahun.
Hagworn memberikan kesempatan anak-anak Korea memperkuat hasil pencapaian akademiknya di sekolah. Banyak pihak yang menilai kondisi ini dirasa tidak adil. Mereka pun memberikan masukan bagi pemerintah agar memperbaiki kualitas pendidikan secara merata di seluruh sekolah Korea Selatan agar budaya hagworn tidak menjadi problem dalam sistem pendidikan mereka.
Problem lain yang muncul adalah beban bagi anak-anak. Hagworn memberi dampak tidak langsung dengan banyak anak-anak yang mengalami depresi akibat beban belajar.
Para orang tua ternyata juga mengalami depresi seperti anak-anak mereka. Mengapa? Karena mereka mengalami tekanan untuk mencapai penghasilan tinggi demi membayar ongkos pendidikan anak-anaknya.
Orang tua juga resah kala memilih hagworn yang terbaik buat anak-anak dan berkomunikasi dengan para guru privatnya. Keinginan dan mimpi mereka teramat besar untuk anak-anak sukses sekolahnya.
Ongkos pendidikan problematika pendidikan di Korea Selatan.***
Sumber: Correlation between private education costs and parental depression in South Korea (Byeong Cheol Oh et.al., 2020)
Post Your Thoughts