Simak tingkat depresi stress para ayah di Korea Selatan. Depresi adalah satu gangguan mental yang menyebabkan keluhan pada fisik seseorang. Gejala depresi dimulai dengan gejala seperti kelelahan. Namun rasa lelah ini akan berkepanjangan dan dapat menyebabkan aktifitas dan produktifitas kerja terganggu.
Selanjutnya gejala depresi dapat diikuti oleh hilangnya semangat beraktifitas, muncul rasa nyeri yang tidak jelas sebabnya, mulai dari nyeri kepala, nyeri otot dan persendian, hingga keluhan nyeri di perut. Pada akhirnya muncul depresi.
Berdasarkan riset diketahui bahwa depresi ada hubungannya dengan keluhan nyeri punggung pada pasien. Bahkan para ahli psikologi juga meyakini bahwa aspek emotional mempengaruhi rasa nyeri yang dirasakan seseorang. Mekanisme peradangan pada tubuh terpicu oleh proses depresi yang diaktifkan oleh transmisi pesan di otak. Semakin berat depresi yang dialami dapat membuka peluang seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Inilah bahanyanya jika depresi tidak tertangani.
Di keluarga Korea Selatan ternyata tidak cuma anak-anak yang mengalami depresi karena urusan sekolah. Ayah mereka juga mengalami hal yang sama. Betapa keinginan untuk menjadikan anak-anak mereka mendapatkan prestasi dan masa depan terbaik menjadi tekanan berat dalam hidup para ayah.
Hasil studi Byeng Cheol Oh dan rekan-rekannya (2020) pada sekitar 400 ayah dan ibu di keluarga Korea Selatan menunjukkan secara jelas bahwa depresi dialami oleh para ayah dan ibu. Namun serangan depresi para ayah jauh lebih berat dibanding para ibu. Karena posisi ayah dalam keluarga sebagai tulang punggung keluarga. Ia mencari nafkah dan menghidupi seluruh anggota keluarganya. Beban ekonomi keluarga menjadi tanggung jawab para ayah.
Para ibu banyak berperan dalam pendampingan anak-anak belajar. Ibu memberikan perhatian besar dalam mendidik anak dan mengasuh mereka. Para ayah relatif tidak banyak meluangkan waktu untuk anak-anak. Namun para ayah sangat perhatian terhadap prestasi akademik anak-anak mereka.
Dengan populernya sistem pendidikan privat bagi pendidikan anak-anak di Korea membuat pengeluaran bertambah. Ongkos ini menjadi beban buat para ayah. Biaya pengeluaran keluarga kian membengkak.
Ibu lebih berperan memilihkan lembaga pendidikan privat buat anak-anak, sementara ayah membayar ongkos pendidikan privatnya. Nah inilah yang menjadi sumber keluhan depresi pada para ayah di Korea.
Penyelenggaraan pendidikan privat yang diikuti anak-anak Korea selepas sekolah reguler mereka, telah memberikan dampak luas. Nyatanya ongkosnya yang mahal bisa membuat gangguan mental bagi ayah. Selain itu menimbulkan ketimpangan sosial diantara para siswa.
Para ayah di Korea Selatan terobsesi untk menempatkan anak-anak dengan pendidikan tertinggi agar mereka bisa sukses dan mapan kehidupannya. Dorongan ini membuat para ayah sangat mempercayai pendidikan privat seperti les privat dan tutorial diluar jawal sekolah. Upaya ini diyakini mereka menjadi jalan buat anak-anak meraih prestasi terbaik di sekolah.
Upaya pemerintah mengurangi popularitas sistem pendidikan privat ini yang dikenal sebagai hagworn belum berhasil. Ongkos biaya pendidikan privat telah banyak menghabiskan penghasilan keluarga.
Simak tingkat depresi stress para ayah di Korea Selatan.***
Sumber: Correlation between private education costs and parental depression in South Korea (Byeng Cheol Oh, 2020)
Post Your Thoughts