Akankah anak-anak kembali ke sekolah di masa pandemi covid-19? Setelah sekian lama menjalani hari-hari sekolah di rumah. Sudah wajar jika anak-anak mengalami kebosanan. Walaupun demikian kondisi pandemi tidak memberikan toleransi sedikit pun. Kecuali pemerintah dan semua stakeholder, dibantu masyarakat mampu mengatasi dan mengendalikan kasus-kasus Covid-19. Termasuk upaya mengurangi laju penyebaran infeksi Covid-19 seminimal mungkin hingga tidak terjadi ledakan kasus berulang di berbagai tempat atau muncunya cluster-cluster baru.
Anak-anak ternyata sudah ingin masuk sekolah. Menurut survei tentang persepsi anak didik tentang pembukaan pembelajaran tatap muka (PTM) yang akan dimulai Januari 2021 oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memperlihatkan keinginan anak-anak untuk hadir di sekolah dan belajar secara tatap muka.
Ada sebanyak 48.817 anak-anak atau 78,17% dari 62.448 responsen anak didik yang setuju belajar tatap muka di sekolah. Sebagian besar merasa bosan dengan belajar jarak jauh di rumah. Mereka merasa membutuhkan variasi belajar dengan cara tatap muka.
Hasil survei ini juga merangkum keluhan anak didik bahwa mereka kesulitan belajar khusus yang ada komponen praktikumnya. Namun demikian mereka tetap khawatir jika tertular virus Covid-19.
Ketika ditanya tentang kesiapan sekolah menghadapi belajar tatap muka, ternyata 40% dari mereka mengkhawatirkan sekolahnya. Mereka ragu apakah sekolah mampu menyediakan fasilitas untuk belajar tatap muka dan menjalani protokol kesehatan sesuai prosedur pandemi Covid-19.
Bapak Irwan Prayitno, Gubernur Sumatera Barat menegaskan bahwa kebijakan untuk menjalankan belajar tatap muka adalah berat. Kita menyadari bahwa kebijakan itu mengandung resiko. Apalagi kebijakan belajar tatap muka diserahkan kepada setiap daerah untuk melaksanakan.
Bagi banyak orang tua, keadaan ini dirasa sangat dilematis. Mungkinkah melepaskan anak-anak sekolah dengan belajar tatap muka jika resiko penularan masih ada di sekeliling? Hal lain yang dipikirkan orang tua adalah kesiapan anak-anak dan karakter mereka. Bisa saja mereka sesaat lupa akan protokol kesehatan ketika bermain dengan leluasa di sekolah bersama teman-temannya. Sejauh mana sekolah siap membimbing anak-anak dan memantau mereka selama jam belajar di sekolah berlangsung?
Belajar secara tatap muka mungkin juga akan memberi beban tambahan kepada para guru. Mereka bertanggungjawab mengajar dan mengawasi anak-anak untuk menjalankan protokol kesehatan secara penuh selama di sekolah.
Pada akhirnya semua resiko dan beban ini harus diperhitungkan dengan matang. Kebijakan belajar tatap muka tidak boleh menjadi sumber pertambahan kasus baru Covid-19. Untuk itu Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendesak berbagai pihak untuk menunda dan mempertimbangkan kembali rencana belajar tatap muka (PTM) pada awal Januari 2021.
Kekhawatiran IDI sangat beralasan karena laju penyebaran Covid-19 masih terus berlangsung di berbagai tempat. Selain itu di dunia saat ini tengah berlangsung mutasi virus menjadi varian baru SARS-CoV-2 yang harus diantisipasi segera, termasuk oleh Indonesia. Sementara angka positivity-rate Indonesia masih diatas rata-rata. Jumlah kasus Covid-19 pun menunjukkan penambahan kasus yang signifikans. Tercatat dalam bulan Desember 2020 ada penambahan 55% kenaikan jumlah kasus Covid-19 aktif dibanding kasus bulan November.
Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) juga memilih menunda belajar tatap muka ini, terutama di daerah zona merah, oranye dan kuning. Sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengizinkan belajar tatap muka dimulai pada Januari 2021.
Semua pihak perlu mempertimbangkan belajar tatap muka di wilayah masing-masing. Berbuatlah bijak agar kita bisa terbebas dari Covid-19.
Akankah anak-anak kembali ke sekolah di masa pandemi covid-19?***
Post Your Thoughts