Kenangan Pandemi Covid-19 Belum Berakhir

Kenangan pandemi Covid-19 belum berakhir. Tepat 31 Desember 2018 kasus Covid-19 pertama dilaporkan secara resmi oleh otoritas Wuhan. Baru kemudian ditanggal 20 Januari 2019 diumumkan bahwa transmisi virus Covid-19 terjadi dari manusia ke manusia.  Artinya penyakit ini akan menular dengan cepat.

Dimulailah era pandemi global Covid-19 berlangsung hingga hari ini. Selanjutnya dilakukan  karantina total atau lockdown di  kota Wuhan hingga banyak menelan korban. Covid-19 pun menyebar ke berbagai kota lain di Cina hingga menyeberang ke berbagai negara, termasuk ke Indonesia.

Pasar Hewan Wuhan hingga hari ini masih menyisakan ingatan yang menyedihkan tentang tragedi Covid-19 bagi masyarakat disana. Sekalipun pasar restoran, toko-toko dan jalan-jalan di Wuhan sudah mulai ramai. Ada satu studi menarik tentang peristiwa pandemi di Wuhan, Cina.

Latar belakang studi ini bermula dari adanya fakta bahwa sebagian wilayah di Cina yang memiliki jumlah kasus Covid-19 jauh lebih sedikit dibandingkan kota-kota lain, ketika pandemi menyebar ke seluruh Cina. Mengapa perbedaan ini bisa terjadi dan apa faktor yang menyebabkan kondisi ini?

Studi dilakukan menggunakan beberapa data. Pertama adalah data-data komunikasi publik yang dapat diakses melalui microblog “Weibo” dan privat dan sosial media “WeChat” dari tanggal 31 Desember 2018 sampai 20 Januari 2019. Kedua adalah data penyebaran Covid-19 di Cina dan data penyebaran wabah penyakit SARS yang melanda Cina pada tahun 2003-2004. Wabah SARS telah menyebabkan 7.429 kasus terinfeksi dan kematian 685 orang.

Seperti kita ketahui bahwa Wuhan adalah kota besar yang menjadi pusat pergerakan manusia ke berbagai kota besar lainnya di wilayah Cina. Jalur transportasi di Wuhan mempunyai koneksi jaringan ke 9 propinsi lainnya. Hubungan transportasi kota Wuhan digunakan oleh 120 juta orang setiap harinya. Jumlah pengguna transportasi bertambah pada bulan Desember 2018 berbarengan dengan momen liburan besar tahun baru. Semua orang akan berbondong-bondong melakukan perjalanan ke kampung halaman mereka.

Hiruk pikuk pergerakan manusia melalui transportasi publik di kota ini menjadi sumber penyebaran infeksi Covid-19 yang sangat potensial. Bagaimana proses penyebaran terjadi antar manusia dan apa yang bisa mencegahnya sehingga beberapa kota memiliki kasus Covid-19 dalam jumlah sangat sedikit.

Hasil studi ini menunjukkan ada 48 kota di Cina yang mampu mencegah penyebaran Covid-19 dibanding 255 kota lainnya. Kondisi ini terbentuk oleh adanya kesadaran publik terhadap wabah penyakit menular yang terbangun dalam waktu cepat dibanding kota lainnya.

Bagaimana kesadaran publik bisa terjadi dalam waktu singkat di 48 kota tersebut? Kira-kira ini penjelasannya. Segera setelah pengumuman resmi kasus Covid-19 di Wuhan publik Cina segera membagi informasi melalui pengiriman pesan di Weibo dan WeChat kepada rekan-rekan, mitra dan keluarga mereka. Informasi yang dikirimkan menggunakan 3 kata kunci, yaitu pneumonia, common cold dan Wuhan. Informasi cepat tersebar ke wilayah Cina. Namun efek dari informasi berbeda.

Efek informasi tentang wabah di Wuhan diterima oleh publik di 48 kota dengan cepat memberikan kesadaran akan potensi wabah penyakit baru ini. Kondisi ini berhubungan dengan fakta bahwa wilayah-wilayah ini pada tahun 2003-2004 mengalami wabah SARS. Gambaran wabah SARS masih tersimpan kuat dalam ingatan mereka sehingga siap menghadapi wabah Covid-19 dibanding wilayah yang lain.

Dari fakta ini akhirnya kita menyadari bahwa pengalaman dan ingatan tentang bagaimana peristiwa wabah SARS yang menelan korban jiwa membekas dalam dalam ingatan orang-orang di 48 kota ini. Dampaknya positif. Mereka lebih responsif terhadap informasi penyakit menular dengan gejala seperti common cold yang baru merebak di Wuhan sejak pertama kali kasus Covid-19 Wuhan, Cina diumumkan.

Sejak tanggal 31 Desember 2018 sampai 20 Januari 2019, sekitar 19 hari lebih awal orang-orang di 48 kota ini sudah melakukan upaya pencegahan wabah secara mandiri. Mereka sudah melakukan 3M yaitu menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan penuh kesadaran. Pada akhirnya mereka terbebas dari musibah besar yang dibawa virus Covid-19.

Kita bisa belajar dari hasil studi ini bahwa kesadaran terhadap bahaya wabah menjadi faktor penentu terbangunnya kemandirian untuk memproteksi diri dari Covid-19. Dengan kesadaran ini maka pencegahan wabah dapat dilakukan sejak kasus Covid-19 pertama kali ditemukan. Tidak boleh ada waktu terbuang untuk mencegahnya. Kelalaian berarti kerugian besar. Ini adalah sebuah pelajaran tentang bagaimana menanggulangi pandemi global Covid-19.

Semoga Indonesia dapat melewati wabah Covid-19 dengan proses belajar cerdas dari berbagai fakta yang mengungkap rahasia pandemi ini.

Kenangan pandemi covid-19 belum berakhir.***

Sumber: The Impact of social ties and SARS memory on the public awarenwss of 2019 novel coronavirus (SARS-CoV-2) outbreak (Haohui Chen et.al., 2020)

Post Your Thoughts